Jakarta, VanusNews.com | Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid menolak keras usulan menjadikan Presiden ke-2 RI Soeharto sebagai pahlawan nasional.
Usman menilai, langkah tersebut merupakan bentuk pengkhianatan terhadap semangat reformasi dan penderitaan korban pelanggaran hak asasi manusia (HAM) di masa Orde Baru.
“Upaya menjadikan Soeharto sebagai pahlawan nasional adalah pengkhianatan terbesar atas mandat rakyat sejak 1998. Jika usulan ini terus dilanjutkan, reformasi berpotensi berakhir di tangan pemerintahan Prabowo,” tegas Usman dalam keterangan tertulisnya, Kamis (30/10/2025).
Menurut Usman, kejatuhan Soeharto pada 1998 merupakan hasil dari gerakan rakyat yang menuntut reformasi dan demokratisasi setelah 32 tahun kekuasaan otoriter. Karena itu, pemberian gelar pahlawan nasional kepada Soeharto justru akan menjadi simbol berakhirnya reformasi itu sendiri.
Usman menilai, usulan Kementerian Sosial untuk mengangkat Soeharto sebagai pahlawan merupakan langkah sistematis untuk “mencuci dosa” rezim Orde Baru yang sarat dengan praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) serta pelanggaran HAM berat.
“Selama 32 tahun berkuasa, Soeharto memimpin dengan otoriter, mengekang kebebasan berekspresi, membungkam oposisi, dan menormalisasi praktik pelanggaran HAM secara sistematis,” ujar Usman.
Usman menegaskan, usulan Soeharto sebagai pahlawan berarti mengabaikan penderitaan para korban dan keluarga mereka yang hingga kini belum mendapat keadilan.
Usman juga mengingatkan bahwa berbagai pelanggaran HAM berat terjadi di bawah rezim Soeharto, mulai dari pembantaian massal 1965–1966, penembakan misterius (Petrus) 1982–1985, tragedi Tanjung Priok 1984, peristiwa Talangsari 1989, hingga kekerasan di Aceh, Timor Timur, dan Papua. Termasuk pula penghilangan paksa aktivis menjelang kejatuhannya pada 1997–1998.
“Negara telah mengakui peristiwa-peristiwa itu sebagai pelanggaran HAM berat, baik melalui Ketetapan MPR pada awal reformasi maupun pernyataan resmi Presiden Joko Widodo pada Januari 2023. Namun hingga kini, tidak satu pun aktor utama, termasuk Soeharto, yang dimintai pertanggungjawaban,” tutur Usman.
Karena itu, Usman mendesak pemerintah untuk tidak melanjutkan wacana tersebut dan fokus menyelesaikan kasus-kasus pelanggaran HAM masa lalu, baik melalui jalur yudisial maupun non-yudisial.
“Pemerintah harus memprioritaskan penyelesaian pelanggaran HAM berat, bukan justru memberi penghargaan kepada pelaku. Soeharto tidak layak berada di daftar usulan pahlawan nasional. Hentikan upaya pemutarbalikan sejarah ini,” tuntas Usman Hamid. VN-DAN








