Surabaya, Vanusnews.com – Masyarakat Indonesia sudah banyak meninggalkan budaya musyawarah mufakat. Dalam pengambilan keputusan, masyarakat kita kerap menggunakan suara terbanyak (voting).
Hal itu disampaikan Anggota MPR RI Lucy Kurniasari dalam Sosialisasi Empat Pilar Berbangsa dan Bernegara MPR RI di Surabaya, pada Sabtu (25/10/2025).
Lucy mengatakan, voting dilakukan dengan pemungutan suara di mana suara terbanyak akan menjadi penentunya.
“Pilihan ini diambil karena dinilai praktis dan tidak memerlukan waktu yang lama dalam pengambilan keputusan,” kata Bendahara Fraksi Partai Demokrat MPR RI ini.
Menurut Lucy, praktik menggunakan voting kerap ditemui dalam pemilihan kepala desa, RW, dan RT.
“Begitu juga dalam pemilihan ketua organisasi kemasyarakatan (ormas), ketua OSIS, dan ketua BEM di perguruan tinggi,” ujar Lucy menyayangkan.
Akibatnya, lanjut Lucy, setelah pengambilan keputusan banyak yang tidak puas.
“Pihak yang kalah voting, kerap membuat organisasi tandingan, bahkan ada yang memunculkan organisasi kembar sehingga konflik semakin berkepanjangan,” sebut Lucy.
Padahal, tutur Lucy, sila keempat Pancasila sudah memberi rambu-rambu dalam pengambilan keputusan.
“Sila keempat menyatakan, kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/perwakilan,” ulas Anggota Komisi IX DPR RI ini.
Lucy menegaskan, asas musyawarah ialah asas yang memperhatikan aspirasi dan kehendak seluruh rakyat melalui forum permusyawaratan.
“Hal tersebut untuk menyatukan pendapat serta mencapai kesepakatan bersama atas kasih sayang, pengorbanan, serta kebahagiaan bersama,” cetus Lucy.
Dihadapan lebih 150 warga dari berbagai elemen itu, Ning Surabaya tahun 1986 ini menjelaskan, budaya musyawarah mufakat merupakan kegiatan berembuk dan berunding untuk memecahkan masalah yang menghasilkan kesepatan bersama (win-win solution) tanpa merugikan salah satu pihak.
Lucy mengingatkan, musyawarah mufakat bertujuan untuk mempererat tali silaturahmi dan kekeluargaan.
“Musyawarah mufakat merupakan proses membahas persoalan secara bersama demi mencapai kesepakatan bersama. Musyawarah mufakat dilakukan sebagai cara untuk menghindari pemungutan suara yang menghasilkan kelompok minoritas dan mayoritas,” papar Ketua DPC Partai Demokrat Kota Surabaya ini.
Legislator asal Dapil Jatim 1 ini mencontohkan, dalam kehidupan sehari-hari, musyawarah mufakat dibudayakan untuk menciptakan kerukunan, keharmonisan, toleransi, dan kekeluargaan.
“Melalui musyawarah untuk mufakat, semua pihak akan merasa dilibatkan, diikutsertakan, dihargai, dan dihormati aspirasinya, sehingga hasil yang akan dicapai dapat dinikmati oleh seluruh anggota,” pungkas Lucy Kurniasari.








