Jakarta, VanusNews.com – Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa melalui Keputusan Menkeu nomor 276 tahun 2025 memindahkan dana pemerintah Rp200 triliun (dari total Rp450 triliun) dari Bank Indonesia ke bank komersial Himbara.
Kebijakan ini ditujukan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dengan menambah likuiditas, memutar roda ekonomi, dan memicu sektor swasta meningkatkan aktivitas belanja.
Demikian disampaikan Anggota Komisi XI DPR RI Kamrussamad kepada para wartawan, Senin (15/9/2025).
Kamrussamad melihat kebijakan Menkeu itu sebagai langkah terobosan yang progresif untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi.
“Setelah 10 tahun lebih pengelolaan fiskal dilakukan secara prudent untuk menjaga stabilitas, dengan capaian pertumbuhan ekonomi rata-rata sebesar 5%,” kata Kamrussamad.
Menurut Kamrussamad, kebijakan tersebut memiliki dua sisi yang harus diwaspadai.
“Jika penyaluran kredit ke sektor produktif lebih besar, maka akan berdampak positif terhadap pertumbuhan ekonomi. Namun, jika lebih besar ke sektor konsumtif maka akan menaikkan inflasi,” ujar Kamrussamad.
Jika inflasi terkerek tinggi, lanjut Kamrussamad, maka Bank Indonesia akan memberlakukan kebijakan pengetatan moneter.
“Hal tersebut akan menjadi kotraproduktif dengan tujuan semula injeksi dana ke perbankan komersial,” jelas Politisi Partai Gerindra ini.
Kamrussamad menuturkan, likuiditas perbankan sejatinya masih mencukupi dan tidak kering.
“Angka LDR Bank Umum per Juli 2025 hanya sebesar 87,69%. Angka tersebut masih di bawah batasan OJK sebesar 92%-94%. Jika kredit bank bisa dinaikkan hingga mencapai 92%, maka jumlah kredit akan menjadi sebesar Rp8.549,64 triliun. Artinya, ada tambahan kredit sebesar Rp399,86 triliun. Angka tersebut lebih besar 2 kali lipat dibanding dana injeksi pemerintah Rp200 triliun,” urai Wakil Ketua Umum Kadin Bidang Fiskal & Moneter
Kamrussamad mengingatkan, perbankan perlu didorong untuk melakukan ekspansi kredit, tidak main aman dengan memarkir uang di SBN.
Kamrussamad mengimbau, injeksi dana pemerintah juga perlu diarahkan untuk meningkatkan kredit ke sektor UMKM.
“Berdasarkan data OJK per Juli 2025, kredit perbankan ke UMKM hanya sebesar Rp1.496,93 triliun atau setara 18,61% dari total kredit. Jumlah tersebut lebih rendah dibanding Korea Selatan sebesar 81%, Jepang 66%, Selandia Baru 60%, Malaysia 51%. Kredit UMKM Indonesia perlu ditingkatkan hingga 30%. Hal ini untuk menunjukkan keperpihakan kepada sektor UMKM,” papar Kamrussamad.
SAL (Saldo Anggaran Lebih) 2024 mencapai Rp459,5 triliun. Perlu diingat, SAL yang ditempatkan di Bank Indonesia memiliki fungsi yang sangat penting sebagaimana yang diatur dalam UU APBN, antara lain: (a) antisipasi defisit melampaui target; (b) antisipasi penerimaan tidak sesuai target; dan (c) antisipasi krisis pasar SBN domestik.
“Jika dana pemerintah dipindahkan ke bank komersial, maka perlu antisipasi jika sewaktu-waktu pemerintah membutuhkan dana tersebut, agar penarikan yang dilakukan oleh pemerintah tidak mengguncang stabilitas perbankan,” terang Kamrussamad.
Uang nasabah di perbankan yang dijamin oleh LPS, ungkap Kamrussamad, hanya sebesar Rp2 miliar per nasabah.
“Perlu penjelasan bagaimana penjaminan terhadap uang pemerintah yang ditempatkan di perbankan komersial? Bagaimana jika bank ambruk? Bagaimana strategi penyelamatan uang pemerintah?,” tuntas Kamrussamad.








